Selasa, 02 Oktober 2012

“PLN dari Benci Berubah Menjadi Simpati”


"Permisi bu, kami petugas PLN" sapa seorang dari luar rumah. Seseorang pria muda berseragam ramah, sopan namun penuh maksud. Dia datang membawa kabar yang tidak enak, membuat situasi semakin menyulitkan keluarga saya. Ketika itu saya masih kelas dua SMP, memori yang terekam jelas hingga usia saya sekarang. Peristiwa terjadi 9 tahun silam. Ingatan yang selalu terukir melekat dalam otak, tak pernah singgah. Ibu saya tahu persis kedatangan mereka untuk menjalankan tugasnya, yang sebelumnya mereka memang telah datang memberi teguran beberapa hari yang lalu, namun ibu tak berkuasa apa-apa, ayah saya apalagi. Petugas PLN itu membuat rumah saya sempurna gelap, tiap malam, beberapa hari tanpa listrik

Petugas PLN mengatakan bahwa berdasarkan data yang ada, ayah dan ibu saya belum membayar tagihan listrik lebih dari 4 bulan dan itu benar adanya. Jangan salahkan orang tua saya, bukan karena mereka tidak mau membayar, bukan karena lupa atau pura-pura lupa membayar. Alasan tagihan listrik yang semakin membesar itu, karena orang tua saya tidak sanggup membayar, pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan membuat keluarga saya terlihat menyedihkan. Meskipun sebenarnya saya tidak pernah merasakan itu sebagai sesuatu yang menyedihkan, saya begitu menikmati, saya berusaha tidak mengeluh, karena saya paham ayah dan ibu begitu besar menyayangi saya, demi pendidikan yang lebih baik. Pendidikan selalu diutamakan bagi mereka, sekalipun harus tidak makan beberapa hari, mereka rela lakukan agar saya dan kakak saya tetap bersekolah. Tetap meraih cita-cita.

Di saat itulah saya merasakan belajar, menulis, membaca, mengerjakan tugas sekolah di bawah penerangan lampu minyak. Merasakan betapa sulitnya keadaan dahulu sebelum listrik ada. Merasakan penerangan seadanya demi sebongkah ilmu untuk masa depan. Bedanya kegelapan itu hadir di antara rumah kanan dan kiri saya yang begitu terang benderang. Terselip malu dan iri atas penerangan rumah-rumah lain disekitar saya ketika malam itu tiba. Hingga akhirnya ayah mendapat bantuan pinjaman dari saudara untuk melunasi seluruh tagihan listrik. Listrik kembali hadir di rumah, lega rasanya.

Lantas, Salah Siapa?

Ayah yang saat itu berprofesi sebagai penyedia jasa servis berbagai elektronik pun terhambat pekerjaannya. Akibat listrik diputus, tetapi ayah tidak marah. Ayah saya seorang yang baik hati, hidup sederhana. Jika seandainya saya seorang ekonom, mungkin piutang ayah saya bisa mencapai jutaan atau bahkan lebih, ratusan mungkin. Tidak terhitung orang yang datang meminta ayah memperbaiki elektroniknya, ketika sudah diperbaiki, mereka menghilang tanpa memberi uang. Ayah, tidak punya pilihan, menagih uang kepada pelanggan bukanlah sifat ayah. Bukan karena ayah takut, tapi karena ayah baik hati. Jadi jangan salahkan ayah saya, tidak mampu membayar listrik.

Ibu saya tidak kalah bersahajanya, ia mencintai suami dan anaknya dengan tulus, juga sangat senang memberi kepada siapapun itu. Ibu, membantu keuangan dengan berjualan nasi uduk, gorengan, dan es jus. Entahlah, dulu menurut saya ibu tidak pernah mengerti untung rugi, yang ibu tahu yang penting dagangannya habis terjual dengan cara yang benar, juga tidak menipu pelanggan. Ibu sering melebihkan makanan kepada pembeli tanpa menambah harga, Tentu dagangan ibu selalu habis terjual sebelum waktunya, ibu saya pembuat masakan terenak di dunia, ibu baik hati yang tak pernah mengerti untung rugi. Jadi jangan salahkan ibu saya, tidak mampu membayar listrik.

PLN satu satunya yang bisa dan terbukti saya salahkan. Benci,sakit hati saya kian terbendung. Setiap adanya pemadaman bergilir, sekedar mati listrik, atau terjadi konslet di tiang listrik kampung sekitar rumah saya, saya siap siaga menunggu petugas PLN dengan mobilnya yang khas kuningnya, lalu bersama teman-teman berteiak-teriak, mengejek mereka, para petugas PLN dengan sepuas hati. Hingga seiring berjalannya waktu, kekesalan itu pun hilang dengan sendirinya, proses pendewasaan diri yang membuat saya tidak melakukan hal-hal bodoh itu lagi.
  

Kini Saya Tau, PLN itu Apa?

Perusahaan  Listrik Negara (disingkat PLN) adalah sebuah BUMN yang mengurusi semua aspek kelistrikan yang ada di Indonesia (Wikipedia). Membaca kata mengurusi semua aspek kelistrikan tentu erat kaitannya dengan "bertanggung jawab atas semua" aspek kelistrikan itu pula. Sebuah amanah yang tidak semudah membalikkan telapak tangan. jika diingat malu rasanya alasan saya dulu sewaktu remaja memarahi petugas PLN, meledeknya dengan umpatan tak jelas, itu semua sangat tidak beralasan, melihat tanggung jawab PLN yang ternyata besar.

Mengenal  PLN dengan Makna Logonya

Bentuk Lambang

Bentuk, warna dan makna lambang perusahaan resmi yang digunakan adalah sesuai yang tercantum pada lampiran Surat Keputusan Direksi Perusahaan Umum Listrik Negara No : 031/DIR/79 Tanggal : 1 Juni 1976, mengenai Pembakuan Lambang Perusahaan Umum Listrik Negara.
Logo PLN

Element-element Dasar Lambang

Bidang Persegi Panjang Vertikal

Menjadi bidang dasar bagi elemen-elemen lambang lainnya, melambangkan bahwa  PT PLN (Persero) merupakan wadah atau organisasi yang terorganisir dengan sempurna. Berwarna kuning menggambarkan pencerahan, seperti yang diharapkan PLN bahwa listrik mampu menciptakan pencerahan bagi kehidupan masyarakat. Kuning juga melambangkan semangat yang menyala-nyala yang dimiliki tiap insan yang berkarya di perusahaan ini.


Petir atau Kilat

Melambangkan tenaga listrik yang terkandung di dalamnya sebagai produk jasa utama yang dihasilkan oleh perusahaan. selain itu petir pun mengartikan kerja cepat dan tepat para insan PT  PLN (Persero) dalam memberikan solusi terbaik bagi para pelanggannya. Warna merah melambangkan kedewasaan PLN sebagai perusahaan listrik pertama di Indonesia dan kedinamisan gerak laju perusahaan beserta tiap insan perusahaan serta keberanian dalam menghadapi tantangan perkembangan jaman.

Tiga Gelombang

Memiliki arti gaya rambat insan listrik yang dialirkan oleh tiga bidang usaha utama yang digeluti perusahaan yaitu pembangkit,penyaluran dan distribusi yang seiring sejalan dengan kerja keras para insanPT PLN (Persero) guna memberikan layanan terbaik bagi pelanggannya. Diberi warna biru untuk menampilkan kesan konstan (sesuatu yang tetap) seperti halnya listrik yang tetap diperlukan dalam kehidupan manusia. Disamping itu biru juga melambangkan keandalan yang dimiki insan insan perusahaan dalam memberikan layanan terbaik bagi para pelanggannya


"Harapan saya sebagai rakyat yang dahulu sempat membenci PLN, tentu sangatlah sederhana, tidak muluk-muluk. semoga lambang PLN ini tidak sekedar formalitas kebanggaan para insan insan PLN secara tertulis saja, tetapi juga ada tindakan nyata di dalamnya. Tindakan yang merealisasikan makna dari logo tersebut ke dalam kehidupan nyata. memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat."

 

Listrik (Pintar) Prabayar, Solusi agar tak lagi menunggak 

Listrik Pintar, Listrik Prabayar

Dulu, menunggak hingga terjadi pemutusan listrik di rumah saya itu, memang tidak ada yang boleh saya salahkan. Meski saya benci PLN, jelas mereka tidak sepenuhnya salah, karena mereka hanya mengikuti tugas dan prosedur yang ada. Orang tua telah berusaha bekerja namun apa daya tagihan listrik yang tidak terkontrol itu membuat tagihan terasa besar hingga sulit membayarnya. Listrik Prabayar ialah solusinya, inovasi cerdas yang dilakukan oleh Dahlan Iskan sebelum ia menjabat menjadi menteri BUMN. Secara tidak langsung terobosan Dahlan Iskan dalam listrik prabayar ini dapat mendidik masyarakat untuk bertanggung jawab atas pemakaian listrik yang digunakan. Seperti halnya isi ulang pulsa, kalau bukan diri sendiri yang menghemat tentu "pulsa" listrik akan cepat habis.


 

PLN Itu Seharusnya Bersih, TAPI...

Tidak ada gading yang tidak retak, istilah yang selalu disematkan bagi manusia yang selalu luput dari kesalahan. Begitu pula dengan PLN yang sekarang tentu berusaha menjadi PLN yang bersih dibandingkan dengan kinerja PLN sebelumnya.

Contoh kasus PLN dulu dan PLN sekarang mengenai penyambungan listrik. Dulu penyambungan listrik bagaikan membeli ponsel beserta SIM Card nya yang harganya hanya mampu dibeli oleh kalangan berada saja, namun sekarang ponsel begitu mudah di beli dikalangan manapun. Mungkin itu persamaan yang cocok yang dikaitkan  dengan biaya penyambungan listrik sekarang. Benarkah? Dulu penyambungan listrik berkisar 2 sampai 2,5 juta, bahkan ada yang sampai 4 juta, sekarang ini biaya penyambungan listrik hanya 650 ribu. Benarkah PLN menurunkan harga yang begitu drastis? Padahal, sebenarnya PLN tidak menurunkan biaya penyambungan. Bahkan, sedikit menaikkannya. Terutama untuk permintaan penyambungan dengan daya agak besar. Yang PLN lakukan hanyalah: menerapkan tarif resmi itu apa adanya. Tidak boleh ada embel-embelnya. Jadi biaya penyambungan PLN dulu dan PLN sekarang tidak ada bedanya. Tarif kemahalan PLN dahulu lantas siapa yang akan bertanggung jawab?

Harga penyambungan listrik dahulu tentu memberikan tanda tanya  besar dari masyarakat pada oknum-oknum PLN atau mungkin oknum di luar PLN yang seolah-olah membuat harga yang tidak masuk akal.
  
Masyarakat yang dahulu terkena tarif  mahal itu, tentu merasa dirugikan oleh petugas PLN, lebih tepatnya petugas yang bisa jadi bukan petugas PLN, karena bisa jadi pemasangan lampu-lampu,stop kontak, dan kabel-kabel itu dilakukan oleh kontraktor listrik, bukan petugas PLN, Namun  karena penyambungan listrik identik dengan PLN maka vonis pelaku kesalahan itu seakan PLN yang harus bertanggung jawab. Ternyata murah tidak selamanya menyenangkan, kenyataannya penyambungan listrik yang terkesan murah, justru membuat masyarakat marah. (info artikel dikutip dari website http://pln.co.id oleh Dahlan Iskan “Murah Yang Membuat Marah”) 

“Harapan saya sebagai rakyat yang dahulu sempat membenci PLN, tentu sangatlah sederhana, tidak muluk-muluk.  Semoga PLN menjadikan kesalahan masa lalu menjadi cerminan perbaikan yang lebih bersih ke depannya. PLN  itu Bersih, kan?”

Apa GCG dan Mengapa PLN Memerlukan Prinsip Good Corporate Governance (GCG)?

Good Corporate Governance ialah prinsip yang mencakup standar perilaku,standar etika, standar operasional dan standar kinerja, baik kinerja pribadi maupun kinerja perusahaan. Standar ini tercermin dalam prinsip fairness (adil),accountabiliy (akuntabilitas),responsibility (tanggungjawab) ,transparency (keterbukaan),dan indepedency .

BUMN yang sehat kini tidak lagi diukur berdasarkan kinerja keuangannya semata, BUMN yang sehat dan dikelola dengan baik diukur dengan kinerja dalam aspek finansial, kepuasan pelanggan, tanggung jawab sosial perusahaan, dan inovasi. Prinsip Good Corporate Governance inilah pedoman yang dijadikan perusahaan-perusahaan BUMN. PLN sebagai BUMN tentu sudah seharusnya menjalankan pedoman GCG ini ke dalam lingkungan perusahaan guna menjadi PLN yang baik bagi masyarakat.

“Harapan saya sebagai rakyat yang dahulu sempat membenci PLN, tentu sangatlah sederhana, tidak muluk-muluk. Semoga dengan adanya pedoman Good Corporate Governance yang diterapkan di lingkungan PLN dapat terlaksana dengan baik, amanah, dan dapat terpercaya di mata masyarakat luas”

Renungan Dahlan Iskan Direktur PLN yang sekarang menjabat sebagai Menteri BUMN, baca perlahan, cerna disetiap katanya yang penuh makna





PLN itu seharusnya MERATA diseluruh pelosok negeri.

Pasal 33 ayat 3, apakah masih berlaku?
“Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”

Sejak sekolah dasar (SD), bukan hanya saya tentunya, yang dulu setiap hari mendapat tugas untuk menghafal pasal-pasal, SD di seluruh Indonesia mewajibkan para siswa dan siswinya menghafal pasal-pasal yang telah ditentukan. Mungkin hal itu merupakan Kurikulum wajib yang ditanam sejak dini guna memupuk jiwa nasionalime untuk negerinya.  Pasal 33 ayat 3 UUD 45 inilah yang paling saya ingat,saya hafal hingga tidak tertukar susunan katanya. Dan pasal inilah yang selalu membuat saya bertanya-tanya, masih berlaku kah pasal tersebut untuk negeri ini. Melihat ketidakseimbangan antara di kota dan di desa. kehidupan hingar bingar kota dengan gemerlap penerangan yang melimpah sungguh sangat kontras sekali jika melihat pedesaan yang jauh akan penerangan, jauh dari teknologi, sunggguh ironis.

Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan tunggal seperti PLN sudah selayaknya sebisa mungkin memberikan fasilitas bumi bagi seluruh pelosok negeri secara adil dan merata. Meskipun sulit, dan tentu akan banyak kendala. Saya yakin PLN dengan kinerja  yang lebih baik mampu melakukannya. PLN yang  bersih dan menerapkan pedoman GCG mampu mengatasi pemerataan listrik ini secara bijak dan terkendali. Dan pasal itu 33 ayat 3 itu kembali berlaku.


Hemat Energi dan Jadilah WhistleBlower Sejati

Dua korelasi akan berjalan berkesinambungan, jika keduanya berjalan searah pada tempatnya. ketika kinerja  PLN sedang digerakkan dengan program-program inovasi yang bersih,sebagai rakyat tentu harus mengepresiasinya dengan menghemat listrik, mulai saja dari hal-hal kecil yang dilakukan diri sendiri,sukur-sukur jika berdampak menularkan juga bagi orang lain. Contoh realisasinya tentu mudah, dengan menyalakan lampu di saat yang tepat dan dibutuhkan saja,tidak di siang hari, dan matikan lampu kamar saat hendak tidur, gunakan peralatan rumah tangga yang hemat listrik, gunakan kendaraan bermotor atau mobil dalam jarak tempuh yang jauh, jika hanya beberapa ratus meter saja sebaiknya gunakan alternatif lain, bersepeda atau berjalan kaki, hemat kertas juga dengan tidak membuang kertas seenaknya, manfaatkan semua bagian sisinya, karena dengan begitu bisa mengurangi penebangan pohon-pohon, yang terpenting lakukan sesuatu itu dengan niat yang ikhlas, agar hati tidak keras, sehingga tidak mudah mengeluh dalam melakukannya. yuk hemat engergi, bantu PLN untuk tidak panaskan bumi. 

Menjadi WhistleBlower adalah upaya yang di khususkan bagi masyarakat di seluruh negeri,salah satunya demi mendukung upaya PLN yang bersih dan bebas dari korupsi,kolusi,nepotisme, sekaligus menegakkan Good Corporate Governance dan anti korupsi dalam penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat. Sebagai masyarakat tentu haruslah berperan aktif dalam pemberantasan korupsi. Dimanapun berada, tindakan korupsi harus dilaporkan, apapun bentuknya, apapun jabatannya. Masyarakat awam saat ini masih memiliki paradigma bahwa melapor adalah sesuatu yang merepotkan, sesuatu yang membuat terlibat dalam hal yang menyeramkan karena harus berhubungan dengan polisi. Hal ini tentu membuat instansi-instansi pemerintah dan masyarakat tidak memiliki korelasi yang baik. Masyarakat yang hanya mengeluh dengan kinerja instansi pemerintah, masyarakat yang pasif seolah korban yang patut dilindungi dan dibenarkan. Padahal Negara yang baik dan berkembang ialah Negara yang seluruh lapisannya berperan aktif memajukan bangsa. Jadi, sebagai masyarakat, sudah  saatnya segera beralih dari tindakan yang hanya mengeluh, yang hanya menghujat. Jadilah WhistleBlower untuk negeri pelapor tindak korupsi. Tidak perlu takut identitas menjadi diketahui, dan teror sebagai akibatnya, komisi pemberantasan korupsi bersama pemerintah akan melindungi pelapor akan hal-hal yang tidak diinginkan tersebut.

Dulu saya membenci PLN atas pemutusan listrik pada rumah saya, dulu saya membenci PLN yang membuat rumah saya sempurna gelap, dulu saya membenci PLN dengan segenap hati, hingga membuat sakit hati. Namun itu dulu, sekarang benci terhadap PLN berubah menjadi simpati, setelah mengetahui kinerja PLN yang berusaha semaksimal mungkin memberikan citra bersih bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Waktu rumah saya sempurna gelap itu, seharusnya membuat saya merenungi bahwa berkat PLN, Indonesia menjadi terang meski belum sepenuhnya benderang, berkat listrik dari PLN segalanya semakin mudah meski hanya segelintir yang merasakannya. Meskipun mungkin saat ini PLN belum sepenuhnya melayani dengan baik keadaan listrik di Indonesia, setidaknya berkat PLN aku ada, ada menjadi anak Indonesia penuh semangat dengan ilmu dan cita-cita. Terimakasih PLN, selamat hari listrik nasional yang ke 67.

Artikel ini ditulis memang disengajakan untuk mengikuti lomba BLOGdetik yang bekerjasama dengan PT PLN (Persero). Artikel ini ditulis memang belum sempurna dan jauh dari kata itu karena penulis masih amatir belum mahir, juga tertatih-tatih dalam menulisnya, jika ada yang bermanfaat dari tulisan ini, ambil manfaatnya, namun kesempurnaan mutlak bukan untuk manusia. Artikel  ini memang diniatkan untuk mengikuti kontes BLOG dengan hadiahnya sebagai penyemangat, namun terlepas dari itu, tulisan ini hanya ingin belajar mengasah kata tiap kata menjadi kalimat, berharap ada manfaat bagi yang membaca meskipun hanya secuil yang bisa diambil manfaatnya.


Sumber:




7 komentar:

  1. wiihhh... keren euy. detail banget sob. TOP!!

    BalasHapus
  2. :-) wow...
    nice post like it dah
    salam kenal ya.. sialhkan mampir ke blog saya juga ya :-D dan tingaalkan komentarnya

    BalasHapus
  3. pengunjung baru hehehe.. artikelnya menarik nih sob,,, :)

    BalasHapus
  4. menarik mbak , membuat pikiran menjadi terbuka untuk melihat PLN dari sudut pandang yang sebenarnya

    BalasHapus
  5. Ga mau dikatain korupsi? lihat dulu ke belakang, ga usah mengelak, sampai sekarang 2018 pun apa2 masih serba duit, apaan buat indonesia bersih orang PLN datang kaga dikasih duit aja mukanya jadi seperti kertas buram ditekuk tekuk gitu wkwkwk, seandainya ada perusahaan lain selain PLN udah dari kemarin2 gw pindah, masalah resiko semua orang kerja resiko om, yang bagian air resiko mati tenggelam, yang di bank resiko perampokan, yang listrik resiko kesetrum, yang service resiko ganti barang baru, semua ada resiko namanya orang kerja ga usah berdalih, sok2an doank, gayanya menjaga indonesia bersih tapi masih serba dihitung dengan duit, listrik naik turun sampai semua barang elektronik rusak laporan aja udah berbulan hampir tahunan ga diurus apaan yg bersih, ngaca oey

    BalasHapus