Selasa, 06 Mei 2014

Aku Bukan Statistisi, namun Aku Masih Punya Mimpi

Aku ingin menjadi anak shalehah, membuat hidup bapak ibuku berkah. Doaku tidak akan putus untuk keduanya. Aku ingin menjadi guru, tanpa pamrih memberi ilmu. Aku ingin menjadi kaya raya, menghamburkan harta untuk si papa. Ikhlasku hadiah untuk mereka. Bagiku orang yang paling bermanfaat adalah orang yang paling banyak memberi, karena apa yang diberikan untuk orang lain itulah sejatinya kekayaan yang sesungguhnya. Aku ingin menjadi guru sholehah yang kaya raya.

Namun realitanya, selepas mengakhiri kelulusan Sekolah Menengah Atas, aku dihadapkan pada sisi yang tidak kuduga. Aku harus melanjutkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik atau sama sekali tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Saat itu dunia pendidikan menjadi seorang guru menjadi semu di hadapanku. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik menjadi patokan utama mimpi orang tuaku. Berkaca dari kakak ku yang juga menuntut ilmu disana membuatku tidak berkutik untuk menolaknya. Ditambah dengan beasiswa penuh dan gelar PNS menjadi iming-iming pasti.

Aku niatkan mengikuti jejak kakak ku atas kemauan orang tuaku. Berupaya ridho menjalankan semua yang diperhitungkan. Jerih payah orang tua ku atas biaya pendaftaran yang melangit menjadi beban tersendiri bagiku. Sebagian waktu belajar kakak ku menjadi terganggu karena mengajariku agar lulus tes tulis masuk ke sekolah tersebut.
Kesungguhan kakakku membuat aku seakan berhutang budi padanya. Ada guratan yang terukir di benak orang tuaku dan kakakku, bahwa aku tidak boleh gagal mengikuti tes masuk tersebut. Logaritma, aljabar, vektor, membuat seluruh otakku tak kuasa menerima. Seakan lahar panas yang tak kuasa ingin melebur secepatnya. Bertahan dan perlahan menjadi rutinitas yang begitu membosankan. Tapi sungguh aku ingin sekali membahagiakan orang tuaku dan kakak ku.
Biarlah aku menderita karena matematika, asalkan aku bisa bahagiakan orang tua. Karena itulah salah satu impian terbesarku. Persiapan menjelang tes masuk tertulis begitu dipersiapkan dengan matang. Seperti persiapan ketika aku meilih jurusan IPA, jurusan yang sebetulnya bukanlah yang ku mau. Kalau aku ternyata mampu berada pada jurusan IPA, mengapa aku masih ragu terhadap tes masuk tulis ini. Aku yakin bersama yakinnya orang tua dan kakakku. Aku akan melakukan yang terbaik dalam tes tulis masuk ke Sekolah Tinggi Ilmu Statitik ini. Dan aku pun yakin,  aku akan lulus pada tes tulis tersebut, menjadi seorang statistisi sejati.
Kenyataannya, aku gagal pada tes tulis, aku gagal membahagiakan kemauan orang tuaku, aku mengecewakan kakakku. Gagal menjadi statistisi. Sedih, kecewa, marah, saat aku mengetahui tidak ada nama ku dalam daftar peserta yang lulus tes tulis padahal aku telah berupaya dan berdoa. Dimana mimpiku yang sebenarnya? masihkah aku punya mimpi setelah gagal menjadi statistisi?
Perlahan aku bangkit dan berprasangka baik. Kegagalan bukanlah alasan bagiku berhenti melangkah, aku harus meraih mimpi ku. Aku yakin inilah cara Allah memberikan hikmah terbaik dan mengajarkan arti kesungguhan meraih mimpi. Menjadi statistisi bukanlah jalanku. Memang aku dan kakakku dilahirkan pada rahim yang sama. Tapi bukan berarti mimpi pun harus sama.
Sekarang aku adalah mahasiswi Bogor EduCARE. Suatu lembaga pendidikan satu tahun administrasi bisnis yang mencetak generasi modern berahklak islami. Perjuangan menjadi mahasiswi di Bogor EduCARE tidaklah mudah, orangtuaku mengizinkan namun tidak memberi support secara penuh. Namun aku yakin, aku bisa sukses dengan keringat ku, dengan semangatku dan dengan Ridho terbaik dari Allah. Pilihan ku untuk menuntut ilmu di lembaga ini sangatlah serius. Dan mimpiku menjadi guru sholehah yang kaya raya pun bukan sekedar basa-basi. 
Di kampus ini aku belajar enterpreneurship yang merupakan peluang dasar menjadi kaya raya. Ada pula mata kuliah speaking dan mata kuliah lain untuk melatih presentasi di depan umum, yang merupakan peluang dasar untuk ku menjadi guru. Lingkungan yang santun, shalat tepat waktu, serta pengajian rutin memupuk keimananku untuk tetap berbakti dan berdoa kepada  ibu bapak. Aku memang bukanlah statistisi tapi aku yakin bisa meraih mimpi. Menjadi manusia yang senang memberi. 

Pesan Moral: [ tidak akan ada mimpi yang manis tanpa perjuangan pahit sebelumnya, teruslah tumbuh, teruslah berkarya, tetap ikuti perintah orang tua, maka jalan untuk meraih mimpi akan mudah terbuka, usaha dan ikhlas menghadapi semuanya akan menghasilkan mimpi yang jauh lebih manis dari madu. InsyaAllah]   
Tulisan ini diikut sertakan dalam  Give Away, yang diselenggarakan oleh Mbak Ade Anita atas Syukuran Terbitnya Novel LUKISAN HATI

  

3 komentar:

  1. pasti ada rencana Allah pada setiap takdir yang diberikanNYa. hanya kita belum tahu saja apa itu. Tetap semangat ya... insya Allah bukan jurusan yang dijalani yang menjadi fokus, tapi menerma ilmu yang bermanfaatlah kelak fokusnya. makasih sudah ikut give awayku

    BalasHapus
  2. Sangat menarik, sekarang kamu bisa menonton film drama korea ataupun serial drama terbaru dari korea, Download sekarang juga aplikasi MYDRAKOR di GooglePlay gratis. MYDRAKOR pilihan para pecinta drama korea yang kamu lihat di smartphone dengan mudah dan dimana saja.

    https://www.inflixer.com/

    BalasHapus