Rabu, 15 Agustus 2018

Jika Cinta Adalah Pelukan

Aku tidak pernah mengerti makna cinta dan kasih sayang sesungguhnya. Bagaimana tidak, Ibuku meninggal saat melahirkan ku dan ayah selalu menyalahkan akulah penyebab kematian Ibu. Ayah tidak pernah mengungkapkan rasa sayangnya terhadapku. Setelah aku mampu berucap fasih dengan lisan, mampu berjalan tegap dengan kedua kaki, serta telah mampu mengingat dan mampu menyimpan semua memori . Ayah mengajakku ke suatu tempat. Tempat dimana ia menjejakkan kakinya, lalu pergi meninggalkan ku sendiri, selamanya.


Sejak saat itu, Di sebuah gedung dengan puluhan anak-anak dengan berbagai usia, resmi menjadi keluarga besarku. Iya, Dititipkan oleh ayahku sendiri yang mengaku sebagai paman terdekat.

"Ayah dan ibunya telah meninggal, tidak ada keluarga yang bisa mengurus anak ini. Kami dari keluarga miskin yang memiliki banyak anak pula, saya tidak sanggup membiayai kehidupannya. Bisakah?"
Dengan terbata-bata serta mulut yang tergetar. Ayahku sedikit menahan tangisnya. Lalu menyerahkan aku dengan seorang wanita dengan senyum lebar di wajahnya.

***
Disini memang ramai sekali, bahkan gaduh. Tapi aku tetap tidak mengerti makna cinta dan kasih sayang. Wanita-wanita yang kami menyebutnya ibu, tidak seperti ibu yang aku harapkan. Mereka memberi ku makan, tapi mereka tidak pernah mau mendengarkan aku bercerita. Katanya aku hanya omong kosong, terlalu berisik, dan memekakan telinga mereka saja  Mereka tidak membela ku ketika aku berkelahi dengan salah satu teman. Mereka mengatakan aku anak yang selalu pantas diberi hukuman. Padahal aku hanya ingin sebuah pelukan. Bukan hukuman, apalagi tamparan.

Suatu hari aku pernah memeluk salah seorang teman perempuan yang umurnya sebaya dengan ku. Aku hanya ingin merasakan memeluk dan di peluk, lalu tenggelam dalam pelukan. Tapi anak perempuan itu malah menangis, setelah ku peluk, dan melaporkanku. Aku kembali dihukum.

Aku selalu bertanya-tanya apa itu cinta? apa itu kasih dan sayang? mengapa  orang bisa dengan mudah mendapatkannya, sedangkan aku ingin mencari sebuah pelukan yang kudapat hanya dimarahi.

Ibu, Ayah katanya sumber kasih sayang dan cinta yang tulus. Tetapi kenapa kalian meninggalkanku sendiri disini. Ditengah keramaian, aku selalu merasa sendiri.

Ayah aku ingin tinggal bersamamu, tidak peduli tiap hari engkau memarahi dan mencaci. Kurasa itu lebih baik, karena sebenci-bencinya engkau padaku. Ada darahmu yang mengalir ditubuhku. Ayah, jemput aku, dari keterasingan ini. Nyatanya tidak ada ayah sampai saat ini. Aku akhirnya kabur dari rumah yayasan. Setelah lebih dari sepuluh tahun aku terpenjara dan memendam pergi. Akhirnya aku berani membebaskan diri seutuhnya. Dan mencari arti cinta yang sesungguhnya. Aku berhenti dari sekolah yang selama ini dibiayai oleh yayasan. Aku hanya tidak ingin keberadaan ku diketahui. Toh ternyata tidak ada yang mencariku. Mungkin mereka justru bersyukur atas kepergian ku dari yayasan. Tidak akan ada lagi biaya sekolah dan makan yang harus mereka tanggung.

***
Kini hidupku pekat dan gelap dijalanan. Dimana sebuah kompetisi demi sesuap nasi menjadi ajang bertaruh nyawa. Jika cinta itu adalah hati. Maka hidup dijalanan adalah hidup tanpa cinta. Karena setiap orang yang kutemui disini, tidak ada yang memiliki hati. Entah hatinya telah terampas, atau sengaja mereka buang demi ego sebuah kehidupan yang lebih baik. Nyatanya tidak ada kehidupan yang lebih baik, dari mereka yang merasa tidak pernah puas dengan apa yang mereka dapatkan. Hidup adalah sejatinya merampas itu kata mereka.

Tahun demi tahun ku lalui sendiri. Tidak sendiri dalam artian sesungguhnya, karena banyak juga orang yang hidup sama dengan ku, di jalan. Tidur beratap langit, beralas tanah bersama mereka, tapi aku tidak memiliki siapapun yang berhubungan secara keluarga dengan ku. Dan yah, hidup mungkin memang sejatinya sendirian. Aku mulai beranjak dewasa, semakin dewasa dan tetap tidak menemukan makna cinta sesungguhnya. Sering ku melihat sebuah keluarga utuh ayah,ibu dan anak-anaknya tertawa bahagia, ah ya itu pasti yang dinamakan cinta. Tapi bagaimana bisa aku mendapatkannya.

Pada suatu malam aku mendapat pelukan dari seorang perempuan. Ia Cantik, matanya sendu juga sangat menawan. Aku pun mendapat lebih dari pelukan, ragaku dilucuti oleh nya. Aku hanya diam saja, karena ku pikir inilah cinta yang kucari selama ini. Anehnya, setelah usai malam itu, aku harus membayar, aku harus mengeluarkan uang demi sebuah pelukan darinya. Apakah itu Cinta? Jika cinta itu pelukan mengapa aku harus membayar.

Sebut saja ia bunga, karena selain ia indah dipandang mata, ia juga harum layaknya bunga. Setiap malam aku selalu berkunjung ke tempatnya. Kadang aku harus menunggunya lebih lama dari biasanya. Katanya ada panggilan lebih penting daripada dia harus bersamaku.

Bunga, apakah engkau mencintaiku hingga kamu memberikan pelukan untukku? jika Ya, mari kita bersama. Menjalani hidup, membangun keluarga, memiliki anak yang lucu dan menggemaskan. Lalu apa yang kudapat? Kamu bilang aku bodoh, kamu bilang aku tak perlu menemui mu lagi. Lalu, kamu bilang, kamu tidak pernah mencintaiku. Dan sejak saat itu aku tahu. Cinta bukanlah pelukan.

***

Aku berlari, terus berlari ke depan, tanpa tepian juga harapan. Entah mengapa, semenjak aku memutuskan untuk selamanya lari, tiba-tiba banyak orang yang sering menegurku, tapi aku acuh. Banyak orang disekelilingku mengaku mengenal ku, namun aku benar-benar hilang ingatan akan mereka. Terus berdatangan satu persatu dari mereka, aku diam sejenak. Menatap wajah-wajah mereka yang penuh kecemasan, penuh pilu dan tangis. Tapi percuma, Aku hanya ingin terus berlari lagi hingga akhirnya aku mati. Dalam pelukan dan dekapan diriku sendiri. Tidakkah kau menyadari kawan? Bahwa Cinta yang selalu kutemui hanyalah ilusi diriku sendiri.

Hingga ragaku telah dipeluk oleh bumi dan tanah. Aku tetap tidak menemukan cinta yang aku cari. Atau jangan-jangan kematianku ini adalah gerbang dimana, aku akan bertemu Sang Maha Cinta.


Depok, 16 Februari 2015






  



0 komentar:

Posting Komentar